Loading....

Permohonan Asal Usul Anak

Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan (Konsideran UU Perlindungan Anak). Bahwa oleh karena itu anak memiliki hak untuk dilindungi dan mendapatkan kesempatan yang sama didepan hukum, baik terkait perlindungan ataupun administrasi dengan segala hak yang seharusnya melekat kepadanya.

Bahwa tak jarang ada anak yang dilahirkan diluar nikah sah berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Masih adanya perkawinan yang dilakukan di bawah tangan atau sirih yang kemudian ada akibat hukum terhadap anak yang dilahirkannya. Maka, dalam hal itu anak yang lahir diluar nikah sah dalam pencatatan administrasi kependudukan hanya akan tercatat anak seorang ibu karena dalam pendaftaran pencatatan akta kelahiran tidak disertai dokumen otentik yaitu Akta Nikah dari Pejabat Kantor Urusan Agama karena pada dasarnya perkawinan yang dilakukan hanya berdasarkan agamanya dan tidak dicatatkan sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 5 Ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam.

Bahwa akibat perkawinan dilakukan secara Sirih atau di bawah tangan menjadikan problem yang serius terhadap hak seorang anak yang seharusnya orang tuanya dalam pencatatan administrasi bisa dicatat nama ibu dan ayah akhirnya akibat dari perkawinan di bawah tangan hanya tercatat anak dari seorang ibu. Di sisi lain terkait hal kewarisan anak yang dilahirkan di luar kawin sah atau anak hasil perkawinan sirih. Maka, hanya akan mewaris dari ibu dan keluarga ibunya (Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 43 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) sementara dalam hukum perdata sendiri anak luar kawin hanya bisa mewaris dari ayahnya dengan catatan apa bila ayah dari anak luar kawin sah tersebut mengakuinya (Pasal 863 KUHPerdata) sedangkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 46/PUU-VIII/2010 menyebutkan bahwa “anak luar kawin sah memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya juga memiliki hubungan perdata dengan ayah dan/atau keluarga ayahnya sepanjang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lainmenurut hukum bahwa laki-laki tersebut adalah ayah dari anak luar kawin tersebut”.

Dari uraian tersebut diatas maka sangat penting perkawinan dilakukan secara hukum sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selain untuk hubungan keperdataan juga terkait dengan pencatatan administrasi kependudukan. Lantas bagaimana ketika sudah terlanjur lahir dari perkawinan sirih atau di Bawah Tangan?

Bahwa Negara hadir untuk mengakomodir setiap permasalahan yang ada terlebih terkait dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah atau perkawinan sirih. Maka, khususnya perkawinan yang dilakukan sirih oleh orang-orang yang beragama islam bisa melakukan Permohonan tentang asal-usul anak ke Pengadilan Agama. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 104 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa “bila Akta Kelahiran alat bukti tersebut dalam ayat (1) tidak ada. Maka, Pengadilan Agama dapat mengeluarkan Penetapan asal usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah”. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 55 ayat (2) juga mengatur hal yang demikian. Maka, anak yang dilahirkan dalam perkawinan sirih dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama diwilaya domisilinya terkait asal-usul anak.

Bahwa adapun alat bukti yang digunakan karena dalam frasa pasal 104 ayat (2) Kompilasi Hukum Isalam dan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang perkawinan asal usul anak itu dapat dikabulkan setelah melakukan pemeriksaan dengan teliti berdasarkan alat bukti yang sah. Maka, alat bukti yang digunakan adalah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1866 KUHPerdata “Tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah” maka, dalam perkara Permohonan asal usul anak dapat melengkapi bukti-bukti yang dapat mendukung terkait pengajuan asal usul anak yang dapat meyakinkan hakim untuk mengabulkan permohonan asal usul anak.

Bahwa setelah mendapat Penetapan dari Pengadilan Agama setempat kemudian penetapan tersebut dapat digunakan untuk ke Dinas Pencatatan sipil untuk diterbitkan Akta Kelahiran Anak yang nantinya berdasarkan Penetapan Tersebut status ayah dan Ibu akan tercatat dalam Akta Kelahiran anak serta menjadikan ayah dan ibu tersebut adalah orang tua yang sah dari anak yang awalnya dilahirkan dari perkawinan sirih. Maka, setelah dinyatakan menjadi orang tua kandung yang sah. Maka, dengan demikian melekat hak dan kewajiban dengan segalah akibat hukumnya.

 

Penulis Oleh : Aris Arianto, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

error: Maaf Anda Tidak Kami Izinkan !!
//

Halo, Ada Yang Bisa Kami Bantu ?

Back To Top